KENDARI – Sampah plastik yang berserakan di jalanan tentu mengancam keseimbangan lingkungan dan kesehatan. Sehingga berbagai langkah pembersihan lingkungan harus dilakukan.
Apalagi menurut World Wildlife Fund (WWF) Indonesia Southern Eastern Sulawesi Subseascape (SESS), Marine Tourism Officer Wakatobi, Martina Rahmadani bahwa, Indonesia sebagai penghasil sampah terbesar kedua dari 10 negara di dunia.
“Pertama Tiongkok dan ketiga Philipina,” ujar Martina di salah satu hotel di Kendari, Kamis (28/2/2019).
Menurut wanita yang akrab dengan sapaan Titin ini, jumlah sampah plastik di Sulawesi Tenggara (Sultra) dari tahun ke tahun selalu bertambah. Sehingga katanya, pola pikir masyarakat mengenai sampah plastik harus dirubah.
“Padahal, jika sedikit dipikirkan lebih dalam, plastik itu merupakan bahan baku industri yang memiliki manfaat besar,” katanya.
“Makanya kita harus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang sisi lain dari plastik,” tambahnya.
Menurut Titin, sampah plastik memiliki potensi ekonomi yang harus segera diambil peluangnya. Sehingga ini bisa menghasilkan surlplus devisa. Selain itu, juga dapat diinvestasikan di sektor daur ulang plastik.
Titin juga menjelaskan, dari beberapa banyaknya sampah plastik yang bertebaran sekitar 80 persen dari darat dan 20 persennya dari aktivitas pelayaran. Tentu ini sangat mengganggu kesehatan dan keseimbangan lingkungan. Apalagi diketahui sampah plastik terurai dalam waktu yang cukup lama.
“Gelas kaca akan terurai selama 1 juta tahun dan botol plastik bisa terurai 350 tahun,” terangnya.
Di Sultra, lanjut Titin, jumlah pulau-pulau kecil cukup banyak. Sehingga sampah-sampah akan bersebaran di pesisir-pesisir pulau. Titin mengaku, untuk Kabupaten Wakatobi saja tiap harinya ditemukan hampir satu ton sampah.
“Di Wakatobi jarang sekali kita bersihkan dibawah 100 kilo,” ungkapnya.
Laporan: Muhammad Rusmin
Editor: Jubirman
Tinggalkan Balasan