KENDARI – Percaturan politik di Sulawesi Tenggara (Sultra) perlahan mengalami pergeseran. Partai Amanat Nasional (PAN) yang sebelumnya bercahaya terang, kini mulai meredup.
Hal ini seperti yang dirilis lembaga survei Parameter Strategi Indonesia (PSI) pada Desember 2018 lalu.
Manager Riset PSI, Putri Andini mengungkapkan, hasil survei untuk elektabilitas PAN menurun menjadi 1,7 persen.
Turunnya elektabikitas PAN, lanjut Putri Andini, disebabkan faktor tsunami politik yang menimpa para kadernya dan harus berakhir di balik jeruji besi karena terjerat kasus korupsi.
Menurut Putri Andini, terjun bebasnya elektabilitas PAN juga disebabkan hilangnya figur seperti Nur Alam dan Asrun. Karena saat ini partai besutan Zulkifli Hasan itu tidak memiliki lagi figur publik kuat yang mampu mendulang suara terbanyak di Sultra.
“Faktor itulah yang membuat elektabilitas PAN terjun bebas di Sultra,” ungkap Putri Andini, Rabu (30/01/2019).
“Mereka memilih karena faktor ketokohan, sedikit saja mereka memilih karena faktor partai,” tambahnya.
Kondisi yang menimpa PAN di Bumi Anoa ini, kata Putri, berbeda dengan yang dialami PDI Perjuangan. Meski sama-sama bukan pemenang di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sultra, namun elektabilitas PDIP di Sultra naik signifikan.
Lanjutnya, PDIP di Sultra yang pada pemilu 2014 tak mampu membawa kadernya duduk di kursi DPR RI, kini berada pada posisi tertinggi dengan raihan elektabilitas 17,8 persen.
Putri membeberkan beberapa faktor penyebab utama partai berlambang banteng bermoncong putih itu unggul di Sultra saat ini. Pertama, kehadiran istri Ketua PDIP Kota Kendari, Nirna Lachmuddin yang ikut bertarung ke DPR RI. Kehadiran istri ‘Anak Lorong’ itu menjadi magnet tersendiri bagi PDIP.
“Memang Hj Nirna Lachmuddin menjadi magnet tersendiri untuk PDI Perjuangan,” katanya.
Selanjutnya, tambah Putri Andini, yang ikut mempengaruhi naiknya elektabilitas PDIP di Sultra yaitu faktor Fajar Lase (Falas) dengan manuver-manuver cantiknya seperti blusukan dan banyak atribut yang menghiasi ruang publik Sultra.
“Walaupun memang Fajar Lase asli Sumatera, tapi ia sudah memberi kontribusi nyata terhadap elektabilitas PDI Perjuangan Sultra,” jelasnya.
Bukan hanya itu, kata Putri, keberadaan Hugua sebagai Ketua PDIP Sultra menjadi poin tersendiri. Bagaimana tidak, ia pernah menjadi orang nomor satu di Kabupaten Wakatobi dua periode sekaligus.
“Terlebih di wilayah kepulauan terutama di Wakatobi, Hugua secara konsisten memberi warna tersendiri bagi PDI Perjuangan,” tuturnya.
Laporan: Jubirman
Tinggalkan Balasan