OPINI – Indonesia sebentar lagi menyambut pesta demokrasi, yaitu pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Agenda rutinan tersebut akan digelar pada Rabu, 27 November 2024.
Sebagai warga negara, tentu saja menyambutnya dengan penuh kebijakan menjadi sebuah andil dari bagian demokrasi di Indonesia.
Pelaksanaan Pilkada 2024 berbeda dengan Pilkada-Pilkada pada periode sebelumnya. Perbedaan yang mencolok adalah pelaksanaan Pilkada yang serentak di seluruh wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih kepala daerah masing-masing wilayah.
Pilkada tersebut dilakukan bagi wilayah yang masa jabatan pemimpinnya telah usai, akan usai, dan belum usai. Sedangkan periode sebelumnya hanya memilih kepala daerah yang telah habis masa jabatannya.
Sebagai warga negara Indonesia tentu saja menginginkan adanya penegakkan yang sesuai dengan asas Luber Jurdil pada Pilkada serentak 2024. Bukan tanpa sebab, penegakan Pilkada Serentak 2024 yang sesuai asas Pemilu bertujuan menjaga marwah demokrasi dan integritas dari tindakan malapraktik Pilkada.
Tindakan malapraktik pada Pemilu dan Pilkada sangat mungkin terjadi. Hal ini menitikberatkan meliputi tindakan politis Apa? Siapa? Bagaimana? dan Dapat Apa? (Sardini, 2021).
Dalam kondis vice versa (terbalik), celah-celah tersebut dapat kemungkinan dan dimungkinkan terjadi untuk menggerus penyelenggaraan Pemilu/Pilkada yang baik. Menyoal malapraktik pada penyelenggaraan pemilu juga dapat terjadi pada tubuh penyelenggara.
Malapraktik Pemilu yang terjadi sepanjang sejarah dapat dikategorikan dalam tiga bentuk yang dibedakan menurut obyeknya, diantaranya; manipulasi terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur Pemilu (manipulation of election legal framework), manipulasi pilihan pemilih (manipulation of vote choice), dan manipulasi terhadap proses pemungutan dan penghitungan suara, rekapitulasi penghitungan suara (manipulation of electoral administration) (Birch, 2011).
Malapraktik ini bisa dilakukan oleh siapa saja, baik oleh aktor negara, pihak penyelenggara dan pengawas Pemilu, partai politik, kontestan Pemilu, bahkan sekalipun oleh masyarakat. Kembali sedikit mengenai kemelut malapraktik Pilkada pernah terjadi pada tahun 2018 di Kota Cirebon. Malapraktik Pilkada Kota Cirebon tahun 2018 menjadi salah satu contoh kegagalan penyelenggaraan Pilkada tahun 2018 dengan insiden pembukaan kotak suara melawan hukum yang dilakukan pada 25 TPS di Kota Cirebon.
Insiden ini terjadi karena terdapat kesalahan dari PPS yang meletakkan dokumen pelaporan yang tidak pada tempatnya. Namun, lebih dalamnya hal ini disebabkan karena kelalaian dari Sumber Daya Manusia (SDM) penyelenggara Pilkada Kota Cirebon 2018 yang tidak memahami regulasi dengan baik. Akibat kemelut tersebut memunculkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada Pilkada Kota Cirebon tahun 2018 (Fitriyani, 2024).
Tentu saja, untuk memitigasi sebagai langkah untuk mengantisipasi peristiwa tersebut terjadi kembali juga diperlukan adanya kesadaran dari lembaga penyelenggara dan pengawas Pilkada untuk mendeteksi permaslahan tersebut sejak dini secara preventif. Bagi lembaga penyelenggara Pilkada (KPU daerah) memerlukan sebuah sistem dalam rekrutmen SDM PPK, PPS, dan KPPS yang jauh lebih baik.
Sistem ini juga harus dibekali dengan pendidikan secara teknis maupun pendidikan hukum untuk menghasilkan panitia pemungutan suara yang jauh lebih baik dan sadar akan kepatuhan hukum. Selain itu, penyelenggara Pilkada juga dapat memberikan fasilitas yang sepadan bagi SDM panitia pemungutan agar hasil jerih payahnya dalam melaksanakan Pilkada yang berintegritas dan demokratis.
Pelaksanaan Pilkada Serentak tahun 2024 juga dibutuhkan kekuatan pengawasan Pemilu yang kuat. Pengawasan yang kuat dalam penyelenggaraan Pemilu terletak pada kekuatan komunikasi dan koordinasi mengenai kondisi lapangan pada saat persiapan, pelaskanaan, penghitungan, dan pelaporan. Hal ini membutuhkan SDM yang teliti, jeli, dan kritis sebagai pengawas Pilkada.
Oleh karenanya lembaga pengawas Pilkada juga harus menyediakan sistem pengawasan yang cukup ketat dengan menitikberatkan sebuah komunikasi yang tegas, terbuka, dan jelas. Selain itu juga diimbangi dengan SDM pengawasan Pemilu yang berintegritas yang juga dibekali dengan berbagai bimbingan teknis maupun hukum.
Selain kedua aktor yang merupakan penegak penyelenggaraan Pilkada Serentak tahun 2024 yang berintegritas dan demokratis, dibutuhkan juga sebuah partisipasi yang aktif dan bijak dari masyarakat umum untuk mengawal dan memantau jalannya penyelenggaraan Pilkada yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Partisipasi aktif ini dapat dilakukan cara yang mandiri dan berdampak pada lingkungan sekitar, seperti;
1. Memperkuat pendidikan politik dan Pilkada dengan baik,
Memperkuat pendidikan politik dan Pilkada dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri merupakan dasar penting warga. Hal ini dapat dilakukan dengan menggali informasi melalui situs yang disediakan oleh penyelenggara Pilkada Serentak 2024 dan situs ilmu pengetahuan yang terpercaya.
2. Membantu lingkungan sekitar untuk menanggulangi informasi Hoax Pilkada,
Mengurangi dampak informasi Hoax Pilkada dapat dilakukan dengan memverifikasi informasi Pilkada dengan cermat dan pada ahli yang terpercaya.
3. Menolak terhadap tindakan “Politik Uang”,
Menolak “Politik Uang” dalam Pilkada juga mewujudkan secara tidak langsung akan pemutusan rantai tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta bentuk tindak kecurangan dalam Pilkada Serentak tahun 2024.
4. Menggunakan hak pilihnya sesuai hati nurani untuk melaksanakan asas Luber Jurdil.
Penggunaan hak pilih dan tidak golput adalah langkah yang utama sebagai partisipasi masyarakat pada Pilkada Serentak tahun 2024 yang berintegritas dan demokratis. Dengan memberikan hak pilihnya, masyarakat telah menggunakan haknya sebagai warga negara dan mengurangi kemungkinan tindakan penyalahgunaan suara pada saat proses penyelenggaraan pemungutan suara.
5. Melaporkan segala tindakan kecurangan Pilkada kepada pihak yang berwenang.
Masyarakat juga berhak menjadi pengawal Pilkada dengan melaporkan kejadian atau tindakan curang yang dilakukan oleh kontestan, partai politik, atau penyelenggara Pilkada kepada pihak yang berwajib agar dapat mewujudkan penyelenggaraan Pilkada Serentak tahun 2024 yang bersih “Berintegritas dan Demokratis”.
Awareness aktor Pemilu baik dari sisi penyelenggara maupun masyarakat adalah hal yang penting. Hal ini dilakukan dengan berbagai cara melalui penguatan SDM penyelenggara dan pengawas Pemilu. Selain itu kesadaran juga partisipasi aktif masyarakat mengenai Pilkada juga memberikan sebuah sumbangsih yang besar melalui perannya tersendiri untuk mengawal jalannya Pilkada dengan baik.
Semua peran dari aktor tersebut akan memunculkan sebuah awareness atau kesadaran dalam mewujudkan Pilkada Serentak 2024 yang berintegritas dan demokratis.
Penulis: Dian Fitriyani
(Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Diponegoro)



Tinggalkan Balasan