Tugas Kepala Daerah ‘Berat’ di Tengah Kebijakan Efisiensi Anggaran

Keterangan Gambar : Pengamat Hukum Tata Negara Sultra, Dr. LM Bariun

Potretsultra

KENDARI – Sebanyak 961 Kepala Daerah dilantik resmi oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara pada 20 Februari 2025 lalu.

Kini para Kepala Daerah tersebut juga telah tuntas menjalani retret di Akmil Magelang. Sehingga saatnya semua kepala daerah tersebut ‘pulang kampung’ membangun daerah dengan menjalankan semua visi, misi, dan program yang telah disiapkan.

Di Sulawesi Tenggara, ada 17 kepala daerah yang telah dilantik dan siap ‘tancap gas’ melakukan akselerasi pembangunan. 17 kepala daerah tersebut diantaranya 1 Gubernur, 2 Wali kota, dan 14 Bupati. Yang belum dilantik hanya Buton Tengah karena baru selesai berproses di Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun di tengah semangat membara dalam menggenjot pembangunan daerah, ada tantangan baru yang berbeda dengan kepemimpinan kepala daerah sebelumnya yakni kebijakan Pemerintah Pusat bertajuk efisiensi anggaran oleh Presiden Prabowo Subianto. Sehingga tentunya akan banyak pemangkasan anggaran di daerah dan berdampak pada pembangunan, termasuk insfrastruktur.

Pengamat Hukum Tata Negara Sultra, LM Bariun telah mewanti-wanti sejak awal kebijakan Pemerintah Pusat terkait efisiensi ini. Karena menurutnya, adanya efisiensi anggaran di bidang infrastruktur akan berdampak pada tenaga kerja, pengusaha atau kontraktor serta masyarakat.

“Kenapa masyarakat. Karena jalan-jalan yang selama ini rusak parah sebagai penghubung ekonomi bisa saja tidak ada perbaikan. Termasuk infrastruktur di bidang pertanian juga akan berdampak,” ujar Bariun.

Belum lagi banyaknya pemangkasan anggaran seperti perjalanan dinas, rapat-rapat di hotel, studi banding, Alat Tulis Kantor (ATK), juga turut berdampak pada inovasi daerah.

“Memang benar, banyak kebocoran anggaran di situ. Tapi yang menjadi perbincangan juga adalah bersihkan dulu di dalam, baru keluar,” ucapnya.

Lebih lanjut Bariun mengatakan bahwa saat ini nasib daerah bukan lagi desentralisasi melainkan resentralisasi. Hal itu karena semua kebijakan telah diambil oleh Pemerintah Pusat.

“Jadi otonomi itu hanya slogan sekarang, karena banyak kewenangan diambil pusat,” jelasnya.

Menjadi tantangan saat ini kata Bariun, soal bagaimana mensinergikan antara program Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, di tengah efisiensi anggaran.

Namun di sisi lain Pemerintah Daerah dituntut untuk inovatif guna mencari sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), termasuk bekerja sama dengan pihak-pihak swasta.

“Sekarang yang harus digenjot adalah peran investor atau pihak swasta untuk bersama-sama membangun daerah,” katanya.

Direktur Pasca Sarjana Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra) itu juga menambahkan, peningkatan UMKM juga dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Sehingga tugas kepala daerah kedepan sangatlah berat. Pemerintah Daerah harus pandai-pandai mencari sumber-sumber penghasilan baru di tengah efisiensi anggaran.

Laporan: Man

Potretsultra Potretsultra Potretsultra Potretsultra Potretsultra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *