Dunia pendidikan tinggi kini kembali lagi tercoreng akibat ulah beberapa oknum yang diduga telah melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap dua orang mahasiswa aktif di salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Kendari Sulawesi Tenggara (Sultra) beberapa waktu lalu.
Korban bernama Fathul dan Andi Malik Hambali Irsan, keduanya merupakan mahasiswa aktif di kampus IAIN Kendari, justru mendapat perlakuan tidak manusiawi dari oknum Pegawai IAIN Kendari akibat tindakannya diduga melakukan penganiayaan pada 16 Agustus lalu di lingkungan kampus IAIN sendiri.
Kejadiannya hanya masalah sepeleh, saat itu korban sedang asyik menyebarkan leaflet kepada mahasiswa baru yang sedang melaksanakan Pengenalan Budaya Akademik Kampus (PBAK). Tiba-tiba salah seorang dosen datang dan langsung menanyakan apa isi dalam leaflet yang disebar itu. Lalu korban memperlihatkannya bahwa yang disebar itu berupa ajaran Islam.
Tanpa pikir panjang, oknum tersebut langsung melakukan penganiayaan terhadap korban. Termasuk oknum Satpam dan petugas perpustakaan juga diduga ikut terlibat dalam peristiwa tersebut. Dari pengakuan korban, Fathul mengaku dipukul dibagian wajah hingga mengalami pembengkakkan, kepala bagian belakang dan ditendang bagian punggung bahkan dibanting.
BACA JUGA: Oknum Pegawai IAIN Kendari Diduga Pukul dan Aniaya Mahasiswanya
Berdasarkan unsur-unsur tersebut, tindakan penganiayaan merupakan perbuatan melawan hukum dan termasuk kriminal murni. Adapun pelakunya dapat dikenai pidana penjara. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam pasal 170 KUHP tentang penganiayaan. Sehingga sudah menjadi kewenangan aparat penegak hukum (Polisi) untuk memproses para pelaku.
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 170 KUHP tidaklah sama dengan pasal 351 KUHP. Mengingat dalam Pasal 170 KUHP pelakunya disebutkan lebih dari satu orang. Sedangkan dalam Pasal 351 KUHP hanya menyebutkan satu orang pelaku, ataupun dapat lebih dari satu orang dengan catatan dilakukan tidak dalam waktu yang bersamaan. Meskipun dalam Pasal 55 KUHP juga menyebutkan tentang turut serta dalam melakukan tindak pidana.
Adapun bunyi Pasal 170 KUHP:
(1). Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan.
(2). Yang bersalah diancam :
1. Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka
2. Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat ;
3. Dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.
(3). Pasal 89 KUHP tidak berlaku bagi pasal ini.
Penjelasan dari kata bersama-sama yakni dilakukan oleh sedikit-dikitnya dua orang atau lebih. Arti kata bersama-sama ini menunjukkan bahwa perbuatan itu dilakukan dengan sengaja (delik dolus) atau memiliki tujuan yang pasti, jadi bukanlah merupakan ketidak sengajaan (delik culpa).
Intinya dalam pasal itu, perbedaan yang paling mendasar dalam Pasal 170 KUHP dengan Pasal 351 KUHP adalah dilakukannya di hadapan orang banyak atau di ruang publik terbuka yakni di Kampus, sedangkan pada Pasal 351 KUHP hal ini tidak dibedakan, apakah dilakukan di ruang tertutup untuk umum ataupun di ruang publik terbuka.
Seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana sesuai dengan bukti permulaan yang cukup maka Kepolisian dapat dilakukan penangkapan (Pasal 17 KUHAP, red). Setelah adanya penangkapan perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak Kepolisian maka tahap berikutnya yakni melakukan tahap penyidikan.
Adapun Penyidik dalam melakukan penahanan kepada seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana tentunya memiliki batas waktu. Penahanan yang dilakukan oleh penyidik waktunya terbatas yakni selama 20 hari dan ditambah lagi penahanan yang dilakukan oleh pihak Jaksa Penuntut umum (JPU) selama 40 hari (pasal 24 KUHAP, red).
Dalam KUHAP dikatakan bahwa Pasal 8 ayat (3) b. “dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan negeri (Kejari) setempat. Olehnya itu, pihak Kepolisian harus segera memproses pelaku oknum pegawai IAIN Kendari sebagai bentuk penerapan dari Equality Before The Law.
Hanya saja, oknum pegawai IAIN Kendari tidak mengindahkan ketentuan amanah dalam konstitusi yang telah diatur dalam pasal 28 E ayat 1, 2 dan 3 UUD RI 1945 sebagai bentuk dari kebebasan serserikat, pemikiran dan menyampaikan pendapat. Disamping itu, orang tua mahasiswa telah memberikan kepercayaan penuh kepada pihak kampus untuk mendidik anaknya.
Namun kepercayaan itu, justru disia-siakan oleh pihak kampus IAIN Kendari sendiri. Malahan bukan memperlihatkan sebagai seorang pendidik, tetapi justru memperlihatkan tindakan yang tidak terpuji di depan mahasiswanya sendiri yakni melakukan perbuatan melawan hukum. Padahal perbuatan itu, masuk dalam ranah hukum dan pelakunya dapat dikenai pidana penjara.
Demikian… Wassalam…!
Fiat justitia ruat caelum (Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh)
Penulis: ASMAR, S.H.
(Pemerhati Hukum & Keadilan Sulawesi Tenggara
Tinggalkan Balasan