

Potretsultra.com – Membaca berita Hukum online tanggal 28 Juni 2018 yang berjudul: Pensiun, Ramai-ramai Jenderal Polisi Dilantik Advokat Bulan Depan. Saya langsung mengingat kembali bagaimana dengan susah payah sejak usia muda setelah mendapat gelar Sarjana Hukum (SH) kemudian menjalani profesi tanpa terlebih dahulu berpikir untuk bekerja pada profesi penegak hukum lainnya semisal Hakim, Jaksa dan Polisi.
Sepertinya profesi advokat ini hanya menjadi tempat menampung para Pensiunan seperti Polisi atau Jaksa bahkan Hakim yang sudah mencapai usia pensiun. Pertanyaannya, Kalau mau jadi advokat kenapa tidak sejak mudanya menjadi advokat?. Jangan karena sudah pensiunan dengan alasan ingin mengabdi kemudian menjadi advokat.
Seorang advokat jika ingin menjadi Hakim Ad Hoc pun harus menjalani ujian yang cukup ketat. Pertanyaan selanjutnya, kalau seorang pensiunan Polisi atau Jaksa jadi Hakim kenapa seorang advokat tidak diberi peluang untuk bisa menjadi seorang Polisi atau Jaksa kalau advokatnya sudah tidak mau lagi jadi advokat?. Hal ini untuk melihat dari sisi keseimbangan profesi. Janganlah Profesi Pengacara/advokat menjadi sangat liberal.
Jangan-jangan nanti profesi advokat bisa menjadi profesi “TEMPAT SAMPAH”.
Pelantikan para pensiunan Polisi menjadi advokat yang dilakukan oleh salah satu organisasi advokat, sepertinya memberikan karpet merah bagi para pensiunan untuk dengan mudahnya menjadi advokat. Tindakan ini merupakan bentuk tidak menghargai profesi mereka sendiri yang dengan susah payah dibangun dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

Apa akibat jika pensiunan Polisi, Jaksa ataupun Hakim menjadi advokat, maka dikuatirkan akan terjadi hal-hal sebagai berikut;
1. Potensi untuk melakukan Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) akan sangat tinggi karena para pensiunan ini akan berhadapan dengan rekan kerjanya dahulu.
2. Para pensiunan ini terutama yang berpangkat tinggi dan memiliki jabatan akan menggunakan pengaruhnya dalam menangani kasus. Jadi bukan lagi penegakan hukum tetapi penegakan pengaruh.
3. Para pensiunan juga dapat memperkeruh atau dapat diduga menurunkan kualitas kerja advokat yang memang bekerja secara profesional.
4. Kerja para pensiunan sudah tidak maksimal lagi karena sudah waktunya memasuki pensiun, bukan lagi dituntut bekerja sebagai advokat yang memiliki tanggung jawab besar dalam penegakan hukum.
Dari kondisi ini, seharusnya organisasi memiliki sikap tegas terhadap para pensiunan penegak hukum. Sikap tegas tersebut antara lain;
1. Menolak para pensiunan penegak hukum untuk menjadi advokat.
2. Jika dilakukan revisi Undang Undang (UU) Advokat maka sebaiknya mengatur untuk melarang para pensiunan penegak hukum untuk menjadi advokat.
3. Meminta agar advokat dapat bersatu dalam wadah tunggal atau organisasi tunggal.
Penulis: Anselmus AR Masiku
* Wakil Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Cabang Kendari




Tinggalkan Balasan