Barisan Muda Sultra : Siapapun Boleh Menjadi Gubernur Sultra

Keterangan Gambar : Ketua Barisan Muda Sulawesi Tenggara, Muhammad Daulat

KENDARI – Pembentukan Sulawesi Tenggara menjadi provinsi yang ke-25 di Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Pusat No. 2 tahun 1964 disahkan dengan Undang-undang No. 13 tahun 1964 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1964.

Sulawesi Tenggara mekar secara definitif dari Provinsi Sulawesi Selatan Tenggara pada tahun 1964 dengan 4 Kabupaten yaitu Buton, Muna, Konawe dan Kolaka. Sulawesi Tenggara kini telah mekar menjadi 15 Kabupaten dan 2 Kota. Proses ini menunjukkan bahwa Indonesia terus berbenah dan Indonesia telah mengalami banyak perubahan, termasuk Sulawesi Tenggara.

Kekayaan Alam yang melimpah telah mendorong Sulawesi Tenggara menjadi daerah terbuka. Berdasarkan data, Sulawesi Tenggara bahkan dihuni oleh sekitar 37,1 persen pendatang dari berbagai suku di Indonesia. Sudah barang tentu, proses akulturasi dan asimilasi akan terjadi, baik secara budaya maupun genetik. Disisi lain, Sulawesi Tenggara sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, pendatang akan memberi nuansa baru dan tatanan sosial ekonomi, politik dan budaya. Perbedaan adalah keniscayaan yang justru harus memperkokoh persatuan dan persaudaraan, jangan menjadi pemicu perpecahan.

Sedikit hari lagi, seluruh daerah di Indonesia akan menggelar Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dan serentak, termasuk Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara. Pesta demikrasi yang akan dihelat pada tanggal 27 November 2024 itu, akhir-akhir ini menghangat dengan perbedaan pandangan tentang penolakan yang mengarah pada isu etnis sehingga muncul pendiskreditan terhadap calon tertentu, bahkan secara masif di media sosial.

Menyikapi hal ini, Ketua Barisan Muda Sulawesi Tenggara (BM-Sultra), Muhammad Daulat menyatakan bahwa cara pandang yang seperti ini merupakan cara pandang yang sempit dan melecehkan demokrasi. Perspektif putra daerah yang diterjemahkan sebagai : hanya Suku Asli adalah kontra produktif dengan semangat Nasionalisme membangun Indonesia.

“Jangan nodai Kontestasi Demokrasi dengan hujatan, makian dan isu-isu yang menyerang pribadi”, tegas Daulat.

Pria yang juga mantan Ketua BEM UHO ini mengajak Seluruh Masyarakat Sultra untuk dewasa dalam memilih. Mari dukung Calon Gubernur yang memiliki visi yang jelas dan rekam jejak yang jelas. Jangan pilih politisi hitam : koruptor, politik dinasti dan menyebar hoax. Pilihlah Calon Gubernur yang tenang dan dewasa dalam memandang politik.

“Saya menghimbau kepada masyarakat Sultra agar jangan mudah terpancing dengan agitasi yang tidak jelas dasarnya”, tegasnya.

Lebih lanjut, Daulat menjelaskan bahwa Politisi hitam biasanya cenderung melakukan kampanye hitam (black campaign) dimana menurut Bawaslu RI ciri-cirinya yaitu : 1) Pidato yang cenderung mengarah kepada politik identitas yang bermuara kepada politisasi SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan); 2) Ceramah-ceramah provokatif di tempat ibadah atau acara keagamaan; 3) Spanduk yang mengandung pesan verbal berkonten SARA; 4) Penyebaran ujaran kebencian oleh akun-akun anonim di media sosial.

Siapapun yang datang dengan niat baik ke Sulawesi Tenggara dan memberi kontribusi bagi Daerah Sultra, maka dia layak jadi Gubernur Sulawesi Tenggara. Di beberapa daerah isu ini dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.

Di DKI Jakarta gubernurnya dari daerah lain, Joko Widodo dari Jawa Tengah, Ahok dari Bangka Belitung, Anis dari Yogyakarta, bahkan Walikota Makassar, Dany Pomanto berasal dari Gorontalo. Dan di beberapa negara, Kepala Pemerintahannya adalah keturunan dari negara lain seperti : Perdana Menteri Prancis, Mantan Wakil Presiden Amerika Kemala Harris merupakan keturunan India, Perdana Menteri Portugal Antonio Costa adalah keturunan Prancis dan lain-lain.

Muhammad Daulat yang sekarang juga didapuk sebagai Sekretaris Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sulawesi Tenggara mengajak seluruh masyarakat untuk mempererat persatuan, dan jangan tercerai berai karena politik yang dimainkan oleh sekelompok orang demi kepentingan kelompok dan keluarganya.

Sulawesi Tenggara merupakan daerah besar dan luas membentang, bukan milik segelintir orang. Seluruh masyarakat Sultra, baik yang pendatang maupun pribumi sepanjang memenuhi syarat Undang-undang berhak jadi apa saja. Baik memilih, maupun dipilih.

“Rujukan kita adalah regulasi, silahkan rakyat memilih. Jangan hubungan yang sudah kita jalin dengan baik, rusak karena ambisi politik sekelompok orang”, tutup Daulat.

Laporan: Redaksi

Potretsultra Potretsultra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *