Netralitas Versus Demokrasi dari Perspektif Dinamika Pemilu 2024

Keterangan Gambar : Pengamat Hukum Sultra, Direktur Pascasarjana Unsultra, Dr LM Bariun SH MH (Istimewa)

Potretsultra

KENDARI – Pemilu legislatif dan pilpres juga pilkada suatu tuntutan agenda 5 tahunan sebagai pengejawantahan kedaulatan rakyat, dimana rakyatlah yang menentukan dan memberi mandat pada jabatan politik dan legislatif dengan saluran partai politik selaku pilar demokrasi.

Dari perspektif tersebut rambu-rambu pelaksanaannya diatur pada UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu tentu turunan pelaksanaannya dengan peraturan KPU.

Untuk tercapainya pemilu yang luber dan jurdil diberikan kewenangan kepada Bawaslu untuk melakukan pengawasan agar pesta demokrasi melahirkan pemilu yang bermartabat dan berdaulat.

Jika melihat potret fenomena dan realitas eskalasi dinamika politik pemilu 2024 diwarnai potensi terjadinya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif. Hal ini dapat dilihat secara kasat mata dugaan banyaknya pelanggaran keterlibatan pejabat desa, perangkat desa, ASN juga pejabat dan penegak hukum.

Pengamat politik Sulawesi Tenggara (Sultra) yang juga Direktur Pascasarjana Unsultra, Dr LM Bariun SH, MH mempertanyakan bagaimana pengawasan Bawaslu yang dinilai sangat nyata dugaan pelanggaran berdasarkan pasal 280 ayat (1) UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dan aturan lainnya, contoh larangan ASN untuk menghadiri kampanye dimana dalam UU ASN dapat saja ikut mendengarkan visi misi capres maupun legislatif.

Kemudian, bagaimana dengan baleho Presiden Joko Widodo dan anaknya Kaesang Pangarep yang notabene Ketua Umum PSI muncul di iklan TV. “PSI pasti menang”.

“Menang ini’kan kata ajakan, namun Bawaslu tidak lakukan teguran, demikian juga para mentri, ketua umum partai samimawon. untuk itu Bawaslu harus punya nyali dan power agar menegaskan sebagaimana ketentuan yang ada,” katanya.

“Jika ini tidak disikapi dengan serius maka dimana letak Marwah kita selaku negara hukum yang mempunyai kedudukan hukum yang sama, karena bangsa ini adalah negara hukum (Reschtat) bukan negara kekuasaan (Macstat ),” tambahnya.

Maka dengan demikian lanjut LM Bariun, penyelenggara dan pemerintah memberi perhatian dan respons kondisi dinamika eskalasi politik saat ini agar pemilu berjalan luber dan jurdil dan demokrasi bermartabat.

Demikian pula partai politik memberi edukasi penyadaran kepada masyarakat tentang tujuan berbangsa dan bernegara, mengajak untuk menggunakan hak pilihnya, menciptakan ketentraman dan kedamaian menyongsong pemilu dengan riang gembira, menghindari potensi kerawanan mengarah pada disintegrasi ini semua merupakan tanggung jawab dan kewajiban anak bangsa menciptakan kedamaian ketertiban dan menyukseskan agenda pemilu untuk melahirkan pemimpin yang manah untuk tercapainya keadilan dan makmur dan kesejahteraan sosial bagi seluruh Rayat Indonesia sebagai manah UUD 45.

Hal tersebut dibutuhkan oleh masyarakat di negara tercinta ini. Demikian pula kesuksesan penyelenggaraan merupakan tanggung jawab penyelenggara dan pemerintah untuk mengajak semua pihak menangkal terjadinya money politik, intimidasi, dan netralitas.

“Jika ini tidak dilakukan pencegahan dini yang korban demokrasi menjadi cacat dan ini semua kita tidak di kehendaki,” tutupnya.

Tim Redaksi

Potretsultra Potretsultra Potretsultra Potretsultra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *