JAKARTA – Tepatnya, Minggu (20 Oktober 2019) Joko Widodo resmi kembali dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia (RI) yang didampingi Maruf Amin sebagai Wakil Presiden RI.
Dengan demikian, tugas Jusuf Kalla sebagai Wapres RI periode 2014 – 2019 dalam mendampingi Joko Widodo telah usai. Politisi senior Partai Golkar itu juga telah berpamitan ke Jokowi di acara perpisahan Kabinet Kerja yang digelar di Istana Negara, Jakarta, Jumat (18/10/2019) kemarin.
Pak JK Berpamitan
Di saat minta pamit, Pak JK (sapaan akrab Jusuf Kalla) mengucapkan selamat bekerja kepada para menteri baru era Jokowi – Amin.
“Bagi teman-teman yang akan mengemban tugas bersama Bapak Presiden lagi saya sampaikan selamat bekerja semoga semuanya sukses, kita doakan,” ujar JK sperti dikutip dari Kompas.com.
Di hadapan Jokowi dan para menteri kabinet kerja, Pak JK menghaturkan permohonan maafnya jika ada kesalahan dan kekeliruan yang diperbuat. Ia juga mengajak rekan-rekan yang tak lagi dipilih Jokowi sebagai menteri di jilid duanya, untuk selalu memberikan pandangan-pandangan kepada 01 RI itu.
“Bagi teman-teman yang ikut sama saya artinya istirahat, kita lanjutkan mendukung beri pandangan dan juga harapan kepada presiden dengan tim yang akan datang. Sekali lagi terima kasih dan maaf bila ada kesalahan atau kekeliruan,” katanya.
Siapa Pak JK Sebenarnya?
Jusuf Kalla dilahirkan di Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan pada tanggal 15 Mei 1942. Beliau bernama lengkap Muhammad Jusuf Kalla. Ia merupakan anak kedua dari 17 bersaudara. Ayahnya dikenal sebagai saudagar kaya dari Bugis yang bernama Hadji Kalla. Sedangkan ibundanya bernama, Hj Athirah.
Sejak kecil, Jusuf Kalla dibesarkan di Watampone dan bersekolah di SD II Watampone, Kabupaten Bone. Namun di usianya berinjak 10 tahun, JK kecil bersama saudara dan kedua orang tuanya terpaksa berpindah ke Makassar. Hal ini dipicu karena kondisi Watampone yang tidak kondusif lagi, DI/TII melakukan berbagai pemberontakan disana.
Saat di Makassar, Hadji Kalla memulai usahanya dengan membeli sepetak ruko yang kemudian menjadi tempat tinggal mereka. Ayak JK ini memilih memulai usaha dengan bergadang kain. Walhasil, usaha itu berkembang pesat. Hadji Kalla saat itu kemudian dikenal sebagai salah satu pengusaha ternama di Makassar.
Hadji Kalla memasukkan Jusuf Kalla ke SMP islam Datumuseng. Setamat disana, JK bersekolah ke SMA 3 Makassar. Usai menamatkan pendidikan jenjang SMA itu, ia memilih untuk berkuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin.
Saat Kuliah, Pak JK Berkiprah di HMI
Jusuf Kalla dikenal sebagai aktivis kenamaan di masanya. Ia berhasil menduduki kursi-kursi struktural di organisasi, baik intra kampus maupun ekstra kampus.
Di intra kampus, Jusuf Kalla berhasil duduk di posisi Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) pada tahun 1965 hingga 1966. Saat yang bersamaan pula, JK memimpin organisasi ekstra kampus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar sebagai Ketua Umum.
JK berhasil menyelesaikan studinya pada tahun 1967 di Fakultas Ekonomi Unhas. Di tahun 1967 juga, Jusuf Kalla malah didaulat menjadi Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tahun 1967 hingga 1969.
Kepada kader-kader HMI, JK berpesan untuk tetap menjaga nama baik pendiri HMI Lafran Pane. Ia mengingatkan kepada kader HMI untuk tidak ‘banting-banting kursi’ lagi saat rapat.
“Jadi (nama Lafran Pane, red) harus dijaga sebaik-baiknya oleh kita semua, KAHMI ini, juga apalagi HMI, jangan kau rapat banting banting kursi lagi,” ujarnya dikutip dari Kompas.com.
Tak lupa, JK berpesan agar mahasiswa HMI seharusnya tidak menjadi mahasiswa penghujat dan pendemo. “HMI bukan insan penghujat dan pendemo. HMI itu pencipta dan pengabdi,” katanya dikutip dari Detik.com.
Pak JK dengan Karir Bisnisnya
Usai menamatkan perkuliahan, Jusuf Kalla langsung bergabung ke dunia bisnis. Karirnya terbilang sangat cepat. Di tahun 1968 (satu tahun selesai kuliah), Hadji Kalla mengangkat JK sebagai CEO dari NV Hadji Kalla.
Keputusan sang ayah menjadikan JK sebagai nahkoda di NV Hadji Kalla ternyata tak salah. Di bawah kepemimpinan Jusuf Kalla, petusahaan itu berkembang sangat pesat dari perusahaan ekspor impor menjadi perusahaan yang bergerak di banyak sektor misalnya konstruksi, kendaraan, real estate, transportasi dan lain-lain. Setelah beberapa tahun bekerja di bisnis keluarga, JK mengambil alih Kalla Grup pada tahun 1986.
Perjalanan JK di dunia bisnis ternyata tidak semuanya berhasil. JK menyatakan dirinya yang seperti sekarang ini dibentuk dari pengalaman hidup yang panjang. Ia kemudian mengungkapkan tentang kegiatan bisnisnya yang pernah mencapai hingga 35 jenis usaha.

Dari 35 jenis bisnis yang JK miliki di Makassar dan Jakarta itu, tidak semuanya berhasil. ia menyebutkan, hanya sekitar 25% bisnisnya yang langgeng.
“Di dunia usaha, tidak seluruh usaha itu sukses. Saya hitung-hitung, saya pernah menjalani hingga 35 cabang usaha, macam-macam. Itu semangat muda dan ada sedikit keberuntungan. Usaha yang paling kecil itu barbershop,” tutur Jusuf Kalla seperti dikutip dari Mediaindonesia.com.
Perjuangan Cinta JK
Karir organisasi dan karir bisnis JK, tak semulus dengan karir cintanya. Perjuangan JK dalam menaklukan sang pujaan hati, Mufidah memang terbilang berat.
JK muda jatuh hati pada kesederhanaan Mufidah, adik kelasnya sewaktu di SMA. Namun hati Mufidah tak langsung luluh dengan seorang aktivis kenamaan saat itu. Sehingga kerasnya hati Mufidah membuat JK harus berjuang ekstra keras untuk mendapatkannya.
Perjuangan JK yang selalu ditolak cintanya oleh Mufidah, tak membuat ia patah arang. Berbagai ajakan berkencan pun ditolak Mufidah. Saat itu, Mufidah enggan dibonceng JK dengan Vespa miliknya. Mufidah juga menolak berduaan dengan JK ketika kencan, sebab sang kekasih selalu membawa ‘paspampres’ yang tak lain adiknya.
“Engkau seperti jinak-jinak merpati, sama dengan nama jalan di depan rumahmu. Kemana-mana kau dikawal oleh adik adikmu kayak paspampres saja,” kata JK dalam puisinya dikutip dari Cnnindonesia.com.
Usai SMA, JK kuliah sambil bekerja. Hal ini dilakukannya untuk menyesuaikan waktu agar bertemu dengan Mufidah yang juga kuliah sambil kerja. Bahkan, JK rela menjadi asisten dosen tanpa dibayar asal mengajar di kelas Mufidah. Senyum Mufidah benar-benar menaklukan hati JK.
‘Yakin Usaha sampai’, demikianlah rasa optimisme JK muda dalam memperjuangkan cintanya. Ternyata usahanya berbuah manis, Mufidah akhirnya mau menerima cinta JK. Hal itu terbukti ketika lamaran orang tua JK diterima oleh orang tua Mufidah. JK – Mufidah akhirnya melangsungkan pernikahan meski dengan dua adat yang berbeda, Bugis dan Minang.
Karir Politik Pak JK yang Mentereng
Sambil membangun kariernya di sektor swasta, JK menunjukkan ketertarikan yang kuat di bidang politik. Pada tahun 1965, setelah pembentukan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), Jusuf Kalla terpilih menjadi ketua Pemuda Sekber Golkar Sulawesi Selatan dan Tenggara (1965-1968).
Di tahun yang sama, saat Jusuf Kalla tengah menyelesaikan tugas akhir, dirinya terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan periode 1965-1968. Karir politik Kalla seketika melesat saat dirinya terpilih menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 1982-1987 mewakili Golkar dan pada tahun 1997-1999 mewakili daerah.
Sebelum terpilih menjadi ketua umum partai Golkar pada tahun 2004, JK sempat terpilih menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid selama enam bulan (1999-2000).
Saat Megawati Soekarnoputri naik menjadi Presiden RI, Jusuf Kalla kembali diajak bergabung dalam kabinet. Bukan jabatan biasa, JK ternyata diangkat setingkat dari menteri, yakni Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia (Menko Kesra) RI.
Saat di Menko, JK nampaknya mulai melirik jabatan yang lebih ke atas lagi. Di tengah perjalanan Kabinet Gotong Royong Megawati, JK mengundurkan diri. Bersama Susilo Bambang Yudhoyono, pria asal Bone itu maju sebagai calon 02 RI pada Pemilu 2004 dengan akronim SBY – JK melawan ‘Bosnya’, Megawati dengan berpasangan Hasyim Muzadi.
Pasangan mantan Menko era Megawati itu berhasil menang telak. SBY – JK melenggang menuju istana negara untuk periode 2004 – 2009. Saat menjadi Wapres RI itulah, JK didaulat menjadi Ketua Umum Partai Golkar periode 2004 – 2009.
Hasrat politik JK kembali naik. Ia menginginkan posisi sebagai 01 RI. Sehingga saat Pemilu 2009, Jusuf Kalla maju sebagai Capres didampingi oleh Wiranto dengan tagline ‘Lebih Cepat, Lebih Baik’. Namun nasib berkata lain, JK gagal dalam arena perebutan kursi 01 RI itu. SBY kembali duduk dengan menjadikan Boediono sebagai Wapresnya.
Saat Pilpres 2014, JK kembali berhasrat politik. Namun kali ini, hitung-hitungannya tak mau lagi jadi Capres. Bersama Joko Widodo, JK maju sebagai Cawapres berlawanan dengan Prabowo – Hatta. Kala itu, Partai Golkar sendiri malah menyatakan dukungan ke Prabowo – Hatta. Namun, Dewi Fortuna masih berada di sisi JK. Pasangan Jokowi – JK melenggang ke istana untuk periode 2014 – 2019.
Usai menikmati kursi 02 RI dua kali, JK tak mau lagi maju sebagai 01 RI. Jusuf Kalla mengaku ingin beristirahat dalam dunia perpoilitikan. Jokowi menggandeng Maruf Amin maju ke Pilpres 2019 berlawanan dengan Prabowo – Sandi. Lagi-lagi, Prabowo jatuh dan Jokowi meraih kemenangan untuk melaju ke periode kedua, 2019 – 2024.
Laporan: Dari Berbagai Sumber
Editor: Jubirman



Tinggalkan Balasan