KOLAKA – Aktivitas pembangunan jety oleh PT. Indonesia Pomalaa Industry Park (IPIP) di Desa Oko-Oko, Kecamatan Pomala, Kabupaten Kolaka, kembali menuai sorotan.
Sejumlah warga yang mengklaim sebagai pemilik sah lahan di area tersebut menyatakan bahwa tanah mereka telah digunakan tanpa adanya proses ganti rugi.
Beberapa nama pemilik lahan yang terdampak antara lain Nasar Badewing, H. Jufri, Ambo Tang, Zumar, Arman, Marni, Sukiman, Budiman, dan Saparuddin. Mereka mengaku belum menerima kompensasi meskipun lahan mereka telah digusur dan kini digunakan sebagai lokasi stock file oleh kontraktor PT. IPIP, yakni PT. TRK.
Salah satu pemilik lahan, Nasar Badewing, menyebut bahwa lahan seluas kurang lebih 6 hektare miliknya yang dibeli dari Sayuti pada tahun 1998 telah sepenuhnya dikuasai oleh PT. TRK tanpa sepengetahuan dan persetujuannya. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada pemberitahuan maupun negosiasi terkait hal tersebut.
Pada Minggu (4/5/2025), Nasar bersama sejumlah warga dan didampingi Ketua DPK LPPNRI Kolaka dan Kolaka Utara serta beberapa awak media, melakukan aksi pemagaran di beberapa titik lahan yang diklaim milik mereka.
Namun, saat aksi akan dilakukan, pihak PT. TRK melalui penanggung jawab stock file, Saenal, meminta warga untuk menunda pemagaran.
“Kami hanya pekerja di sini, pak. Mohon ditunda dulu agar kami bisa menyampaikan ke manajemen,” ungkap Saenal.
Nasar menegaskan bahwa dirinya telah mendapat dukungan moral dari Kepala Desa Oko-Oko.
“Waktu saya tanyakan Jumat lalu, pak desa menyarankan kami untuk menduduki dan memagari lahan. Tapi saat saya konfirmasi lagi pagi tadi, beliau hanya berkata, terserah pak Nasar, saya tidak suruh tapi juga tidak melarang,” tutur Nasar.
Meski demikian, Nasar menyatakan bahwa pemagaran tetap akan dilakukan dan seluruh aktivitas di atas lahannya akan dihentikan hingga ada kejelasan dan ganti rugi dari pihak perusahaan.
“Besok pukul 10.00 WITA kami tetap akan lakukan pemagaran dan penghentian aktivitas sebelum ada ganti rugi atas tanah dan tanaman kami,” tegasnya.
Ketua DPK LPPNRI Kolaka, Muh. Zein alias Mas Gondrong, turut memberikan pernyataan keras. Ia menilai bahwa tindakan PT. TRK atau pihak manapun yang menggunakan lahan warga tanpa persetujuan merupakan tindakan pidana.
“Ini penyerobotan tanah. Kami akan laporkan ke Mabes Polri jika tidak ada penyelesaian segera,” tegasnya.
Senada, Ketua DPK LPPNRI Kolaka Utara, Misran, yang juga menerima kuasa dari para pemilik lahan, menolak tawaran kompensasi yang dianggap tidak layak dari PT. RIMAU, salah satu perusahaan terkait.
“Tawaran Rp100 juta per hektare itu tidak manusiawi. Warga lebih memilih mengelola lahannya sendiri,” katanya.
Sementara itu, dari pantauan awak media dan aktivis LPPNRI di lokasi, terpantau aktivitas pemuatan ore nikel dari stock file ke jety untuk proses pengapalan. Hal ini menimbulkan pertanyaan publik tentang legalitas ore tersebut serta pihak yang melakukan pengapalan dan penjualan.
Laporan: Andika































Tinggalkan Balasan