
JAKARTA – Menteri Investasi RI, Bahlil Lahadalia dengan tegas menolak rekomendasi IMF yang meminta agar mempertimbangkan penghapusan larangan ekspor komoditas nikel.
Menurut Bahlil, IMF telah melakukan standar ganda. Di satu sisi, IMF mendukung tujuan hilirisasi untuk mendorong transformasi struktural dan penciptaan lapangan kerja. Namun di sisi lain, IMF merekomendasikan untuk menghilangkan kebijakan larangan ekspor.
“Karena menurut analisis mereka, hal ini dapat menimbulkan kerugian bagi penerimaan negara dan berdampak negatif pada negara lain,” ujar Bahlil dalam keterangan persnya, Jumat (30/6/2023) seperti dilansir dari akun Instagram resmi milik @bahlillahadalia.
Kata Bahlil, IMF keliru dalam penilaiannya. Dengan keberhasilan hilirisasi yang telah dilakukan neraca perdagangan Indonesia telah mengalami surplus selama 25 bulan dan neraca pembayaran juga mengalami perbaikan dan surplus. Ini merupakan dampak dari kebijakan hilirisasi.
“Sekarang IMF mengatakan bahwa Indonesia mengalami kerugian? Ini adalah pemikiran yang tidak masuk akal bagi saya. Darimana asumsi kerugian tersebut?,” kata Bahlil.
Mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menjelaskan, dengan adanya kebijakan hilirisasi nikel Indonesia telah menciptakan nilai tambah yang sangat tinggi atau meningkat 10 kali lipat dari tahun 2017 ke tahun 2022.
“Hilirisasi tetap akan menjadi prioritas negara dalam pemerintahan Bapak Presiden Jokowi dan Bapak Kiyai Maruf Amin. Selain itu, larangan ekspor juga akan tetap dilaksanakan,” pungkasnya.
Tim Redaksi




Tinggalkan Balasan