JAKARTA – Dilema antara kebutuhan pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan di pulau-pulau kecil memunculkan kebuntuan.
Namun, generasi muda yang tergabung dalam Persatuan Mahasiswa Tambang se-Indonesia (PERMATA Indonesia) percaya bahwa keduanya bisa berjalan seiring.
Sekretaris Jenderal PERMATA Indonesia, Ahmad Sagito, menegaskan bahwa di era modern seperti sekarang sudah tidak relevan memperdebatkan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
“Kata kunci utama adalah sinergi. Pembangunan harus berjalan beriringan dengan pelestarian lingkungan. Karenanya, perspektif yang mengadu domba kedua aspek tersebut hanya akan menghambat tercapainya solusi holistik, mengingat ekonomi kerap diprioritaskan secara sepihak,” ujar Ahmad Sagito dalam keterangan persnya, Jumat (3/10/2025).
Ahli Hukum Tata Negara dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Dr. Aan Eko Widiarto, SH., M.Hum turut menilai kejelasan penafsiran hukum menjadi kunci dalam memberikan kepastian hukum.
UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) yang akhir-akhir ini menjadi perdebatan di publik karena polemik tambang di Raja Ampat, seharusnya dibaca sebagai aturan yang memperbolehkan kegiatan pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan persyaratan yang berlaku.
“Interpretasi hukum yang benar justru memungkinkan solusi win-win. Pertambangan bisa jalan, tapi tetap harus memenuhi syarat ekologis, sosial, dan budaya yang ketat. Tidak ada larangan absolut dalam aturan ini,” terang Dr. Aan Eko Widiarto.

Foto Bersama Mahasiswa yang Tergabung dalam Persatuan Mahasiswa Tambang se-Indonesia
Hal serupa disampaikan Ahmad Faisal dari Perhapi Sultra. Menurutnya, klaim bahwa MK melarang mutlak tambang di pulau kecil adalah keliru.
“Putusan MK sebenarnya justru menegaskan bahwa aturan ini bukan untuk menutup pintu tambang, melainkan untuk memastikan bahwa setiap aktivitas tambang berjalan dengan syarat keberlanjutan. Pulau kecil bisa menopang ekonomi nasional, asalkan dijaga dengan baik,” katanya.
Namun demikian, Faisal tetap mengingatkan bahwa pulau-pulau kecil memiliki kerentanan tinggi terhadap pengaruh eksternal dan kegiatan pembangunan. Oleh karena itu, regulasi yang ada dirancang untuk menjamin pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara proporsional dan berkelanjutan.
PERMATA Indonesia menekankan agar pemerintah harus segera memperjelas payung hukum kegiatan pertambangan di pulau kecil.
Mereka juga melalui kajian strategisnya telah mengembangkan suatu model regulasi berbasis kriteria selektif dalam perizinan pertambangan di wilayah pulau kecil, dengan memprioritaskan aspek keberlanjutan dan ketahanan ekosistem.
Rumusan model regulasinya diantaranya izin hanya bisa diberikan kepada perusahaan yang sehat secara lingkungan dan manajemen. Kemudian wajib memiliki website yang dapat diakses publik sebagai bentuk transparansi.
Rumusan selanjutnya yakni audit lingkungan dan sosial tahunan oleh tim independen. Kemudian harus memiliki kajian lingkungan hidup yang komprehensif, serta harus adanya kajian sosial dan ekonomi yang komprehensif untuk menjamin keberlanjutan dan keadilan bagi masyarakat lokal. Termasuk perlu dilakukan Pembatasan wilayah pertambangan di pulau kecil (khususnya, perlindungan ekosistem dan masyarakat berbasis prinsip keberlanjutan).
Redaksi


Tinggalkan Balasan