OPINI – Saat ini tenaga kesehatan khususnya profesi perawat sedang diresahkan oleh wacana Rencana Undang-Undang tentang Kesehatan (Omnibus Law) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2023.
Dalam Draft Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan (Omnibus Law) akan mencabut semua Undang-Undang terkait kesehatan, antara lain UU Praktik Kedokteran, UU Kebidanan dan UU Keperawatan adalah sesat pikir.
Jangan anggap RUU tentang Kesehatan (Omnibus Law) ini seakan ada masalah berat yang mirip dengan permasalahan Undang-undang Cipta Kerja lalu seenak hati main revisi tanpa kemudian meminta pendapat kami selaku yang merasakan manfaat lahirnya Undang-Undang Keperawatan yang selama ini melindungi kami dalam bekerja. Jangan main sapu rata sebab sampai titik ini Undang-Undang Keperawatan dalam pelaksanaannya baik-baik saja.
Contohnya waktu terjadi bencana non alam berupa Pandemi COVID-19 kami bersama-sama profesi kesehatan lainnya bekerja dengan berpedoman terhadap undang-undang masing-masing sebagai pegangan dalam bekerja memberikan layanan kesehatan prima.
Lalu kenapa pasca pandemi justru ada pikiran melahirkan Rencana Undang-Undang tentang Kesehatan (Omnibus Law)`? Kami anggap ini aneh plus sensitif.
Perawat yang sehari-hari bekerja di fasilitas kesehatan milik pemerintah, swasta hingga saat ini telah banyak perawat praktik mandiri karena atas dasar UU Keperawatan nomor 38 tahun 2014. Seluruh Perawat berjibaku menjadi garda terdepan melawan Covid-19 karena atas dasar payung hukum nomor 38 sebagai pijakan.
Lalu kenapa RUU Kesehatan (Omnibus Law) terkesan senyap namun telah masuk dalam Prolegnas prioritas Tahun 2023? Atau jangan-jangan ada korsleting kepentingan sehingga main tabrak saja. Perlu diketahui bahwa seluruh Perawat dari Sabang sampai Marauke telah berjuang selama 25 tahun agar UU Keperawatan disahkan. Alhamdulilah perjuangan panjang tersebut terwujud tahun 2014.
Atas lahirnya itu, maka kami masyarakat perawat bersuka ria menyambutnya dan bertekad menjadi profesi yang profesional. Tapi belakangan ini rasanya kami sangat terusik bahkan bukan hanya kami tapi profesi kesehatan lainnya juga merasakan hal yang sama.
Hasil Rapimnas kami seluruh Pengurus Pleno DPP PPNI dan 34 Ketua DPW PPNI Seluruh Indonesia menolak keras Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan diikutkan dibahas dalam RUU Kesehatan (Omnibus Law). Kalau itu berjalan terus maka kami seluruh perawat dan terkhusus perawat di jazirah Sulawesi Tenggara akan menggelar aksi sebagai bentuk perjuangan mempertahankan UU Keperawatan.
Olehnya kami minta jangan bermain-main atas undang-undang yang sudah membawa kebaikan terhadap profesi perawat dan masyarakat.
UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan telah menjadi landasan yang kuat dalam pengembangan profesi perawat dalam menjamin kualitas dan profesionalitas praktik keperawatan. Dan kami meyakini bahwa UU Keperawatan telah mengatur profesi perawat dari hulu hingga hilir, dan juga mengatur pelayanan keperawatan kepada klien atau masyarakat hingga memberikan perlindungan hukum dan landasan yang kuat untuk profesi perawat.
Sehingga menurut kami tidak ada alasan (urgensi) untuk mencabut UU No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan dalam rangka Pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law).
UU Keperawatan merupakan panduan dan dasar hukum yang menguatkan peran kehidupan profesi keperawatan di Indonesia.
Kerangka pengaturan dalam UU Keperawatan, mulai dari Ketentuan Umum: Jenis Perawat, Pendidikan Tinggi Keperawatan, Registrasi, Re-registrasi ulang dan Izin Praktik, Praktik Keperawatan, Hak dan Kewajiban, Organisasi Profesi Perawat, Kolegium dan Konsil Keperawatan, Pengembangan, pembinaan dan pengawasan hingga sanksi administrasi.
Semestinya pihak eksekutif dan DPR-RI lebih menyempurnakan, kalau pun masih terdapat kekurangan dalam UU Keperawatan solusinya bukan dihapuskan tetapi menurut kami sebaiknya dibuat peraturan pelaksanaan UU, seperti pada umumnya produk perundang-undangan di Indonesia.
Artinya bahwa jika UU Keperawatan tersebut dicabut maka akan terbit pengaturan yang lebih rendah dibawah UU, seperti : Peraturan Pemerintah bahkan boleh jadi Peraturan Menteri. Sehingga kehidupan profesi perawat akan kembali seperti sebelum UU Keperawatan disahkan dan pada saat itu hanya Permenkes yang mengatur tentang Kehidupan profesi perawat di Indonesia.
Yang sangat berdampak adalah profesi yang telah memiliki UU atau profesi yang sedang mendorong lahirnya UU profesi kesehatan. Hemat kami, pemerintah harusnya memikirkan bagaimana kesejahteraan tenaga kesehatan. Tenaga Kesehatan punya posisi terlemah dalam hubungan industrial tidak punya daya negosiasi yang baik.
Selain itu yang perlu dikerjakan pemerintah adalah distribusi tenaga kesehatan bermasalah yang rata-rata tenaga kesehatan bertumpuk di daerah perkotaan bukan RUU Omnibus Law yang kami anggap tidak menjadi skala prioritas perbaikan kehidupan insan kesehatan. Semoga saja penolakan ini menyadarkan pihak pemerintah bahwa RUU Kesehatan Omnibus Law sangat Macilaka.
Penulis: Heryanto, AMK., SKMK (Ketua PPNI Provinsi Sulawesi Tenggara)
Tinggalkan Balasan