
BUTON – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buton periode 2019-2024 terus mendapat sorotan publik terkait roda legislasi para wakil rakyat di bumi penghasil tambang aspal terbesar di dunia.
Hal ini disampaikan oleh Koordinator Forum Komunikasi Pemuda (FKP) Kabupaten Buton, Muhammad Risman Amin Boti.
Menurut Risman, permasalahan yang terjadi di intern DPRD diketahui publik ketika 20 anggotanya menyampaikan mosi tidak percaya terhadap kepimpinan Ketua DPRD Buton, Hariasi Salad.
“Alasanya, kebijakan pimpinan yang diduga tidak populis dan populer,” kata Risman melalui pesan WhatsApp kepada media, Rabu (18/1/2023).
Lebih lanjut, Risman menjelaskan roda legislasi daerah tetap berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, namun yang terjadi seluruh rangkaian legislasi dapat berubah setelah realisasi anggaran tahun berjalan.
“Itu yang sudah diungkap oleh salah satu pimpinan DPRD Buton (Wakil Ketua, La Ode Rafiun, red) bahwa seluruh tahapan yang sudah dimuat dalam kesepakatan secara bersama dirubah kembali oleh Ketua DPRD (Hariasi Salad),” terang Risman.
“Itu yang dinamakan keputusan DPRD Buton hanya Lembaran pengesahan, isinya dirombak, di utak-atik kembali dan itu tidak bisa karena bukan lagi kolektif tapi sudah sepihak,” sambungnya.
Namun demikian, ia menambahkan polemik yang terjadi di intern DPRD Buton harus segera berakhir agar tugas pokok dan fungsi legislatif dapat berjalan dengan baik.
“Jadi yang kita harapkan sekarang, meskipun masih terjadi masalah, saya kira demi masyarakat mari kita bersama-sama kembali benahi masalah ini, untuk kemajuan Buton kedepan,” tutup Risman.
Diketahui, Wakil Ketua DPRD Buton, La Ode Rafiun menyampaikan mosi tidak percaya terhadap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Buton dan ditandatangani 20 anggota dari 25 anggota DPRD setempat.
Menurut La Ode Rafiun, mosi tidak percaya yang dimunculkan oleh anggota DPRD dikarenakan adanya kebijakan pimpinan DPRD yang dinilai tidak populis atau populer, sehingga di mata para anggota eksistensi DPRD tidak lagi berfungsi sebagai perwujudan representasi dari aspirasi rakyat.
“Karena sifat monopoli ketua, tidak transparannya dalam pengelolaan anggaran di DPRD yang sudah diputuskan bersama di otak-atik kembali, hal-hal yang menjadi kesepakatan dimentahkan dan kebijakan-kebijakan lainnya,” kata La Ode Rafiun kepada media, di Pasarwajo, Senin (16/1/2023)
Laporan: Redaksi

Tinggalkan Balasan