OPINI – Demi mewujudkan pembangunan secara cepat dan merata. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal RI Bahlil Lahadalia dalam berbagai kesempatan, menegaskan setiap daerah wajib memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sebagai kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) karena itu wujud kemudahan investasi masuk di daerah.
Meskipun tidak sepenuhnya menjadi kewenangan Pemda sebagaimana Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun demikian, Pemerintah Pusat memberikan kewenangan dalam penetapan RDTR dengan keputusan Kepala Daerah/atau Bupati/Walikota.
Sehingga tepat, Pemda Buton menggelar Konsultasi Publik I RDTR dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kecamatan Lasalimu, dilaksanakan salah satu hotel di Kota Baubau, Kamis (14/9/2023).
Konsultasi Publik RDTR dan KLHS Kecamatan Lasalimu merupakan rangkaian lanjutan kegiatan penandatanganan pakta integritas Pemda Buton bersama Kementerian Agraria/Badan Pertanahan Nasional, untuk mendapatkan bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Tambahan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (ABT BA BUN) dalam rangka dukungan penyusunan RDTR Kabupaten Buton.
Kecamatan Lasalimu merupakan kawasan tambang aspal Buton, maka tepat Pemda Buton melaksanakan konsultasi publik RDTR dan KLHS guna pengaturan terkait ruang kawasan-kawasan aspal dan termasuk pemukiman sekitarnya.
Meskipun itu juga, soal percepatan pembahasan penyusunan RDTR Kabupaten Buton merupakan desakan yang sudah lama disuarakan.
Lalu, Bagaimana RDTR Pasarwajo Ibukota Kabupaten Buton?
Secara umum, Pasarwajo menjadi Ibukota Kabupaten Buton melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2003 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Buton dari Wilayah Kota Baubau ke Pasarwajo di Wilayah Kabupaten Buton.
Dalam ketentuan itu, menegaskan Ibukota Kabupaten Buton adalah seluruh wilayah Desa/Kelurahan lingkup Kecamatan Pasarwajo.
Dengan pemindahan Ibukota, mestinya Kecamatan Pasarwajo sebagai wajah Ibukota harus berkembang pesat, peningkatan roda perekonomian dan sebagainya sesuai harapan masyarakat pada tempo perjuangan hingga sekarang; itu harus diutamakan sebagai Ibukota dengan kawasan strategis jasa/perdagangan di wilayah Kepulauan Buton (Kepton) Propinsi Sulawesi Tenggara.
Padahal seketika, Pasarwajo menjadi Ibukota Kabupaten Buton masa pemerintahan LM. Syafei Kahar-Kasim sebagai Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Buton periode 2001-2006, telah meletakan dasar pembangunan melalui Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota Pasarwajo.
Berdasarkan Perda Buton No 24/2005 tersebut, hampir semua sektor telah dibangun oleh Pemda Buton; seperti pengembangan transportasi jalan lokal primer yang menghubungkan ruas jalan kolektor primer (jalan propinsi) dari titik Nol (tugu aspal) Kelurahan Wakoko ke Desa Dongkala dengan lebar jalan 25 meter, maka dikenal sebutan jalan 25.
Selain itu, jalan lokal skunder dengan lebar masing-masing 18 meter, 12 meter, 10 meter dan 8 meter. Seperti terlihat pelebaran beberapa ruas jalan poros dalam Ibukota Pasarwajo; pembukaan beberapa ruas jalan lingkungan Lamandaya Kelurahan Pasarwajo dan pembukaan ruas jalan di dusun asa Desa Banabungi dan ruas-ruas jalan lainnya.
Sementara beberapa perencanaan belum dibangun sepenuhnya oleh Pemda Buton; rencana pelabuhan laut, sebagai pelabuhan penumpang dan pelabuhan peti kemas yang dikembangkan di kawasan Desa Banabungi dengan luas 50.000 M². Itu belum terlihat. Apakah masalah lahan?
Ini menjadi masalah klasik karena pelaksanaan Rencana Pembangunan Kota Pasarwajo ibukota Kabupaten Buton telah dituangkan masa pemerintahan Bupati LM. Syafei Kahar dalam indikasi program periode 2004-2008 dan 2009-2013.
Dilanjutkan masa pemerintahan Samsu Umar Abdul Samiun-La Bakry sebagai Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Buton periode 2012-2017 dengan menetapkan Perda Nomor 1/2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Buton Tahun 2013-2033.
Dengan demikian, semestinya tidak lagi banyak masalah termasuk permasalahan lahan; Pemda dengan masyarakat, Pemda dengan perusahaan aspal, atau sebaliknya. Semua harus clear berdasarkan perencanaan pembangunan tertuang dalam indikasi (usulan program, lokasi, besaran, waktu pelaksanaan) sejak tahun 2004.
Maka sedapat mungkin, Pemerintah Daerah secara serius membangun daerah dengan langkah pertama mengikuti petunjuk pemerintah pusat terkait penyelenggaraan penataan ruang.
UU Cipta Kerja dan PP 21/2021 tentang penyelenggaraan penataan ruang telah memberikan ruang kepada Pemerintah Daerah dalam rangka menyusun RDTR. Itu kuncinya.
Penulis: Muhammad Risman Amin Boti (Koordinator Forum Koordinasi Pemuda (FKP) Buton)
Tinggalkan Balasan