KENDARI – Aksi unjuk rasa di kantor Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Rabu (6/3/2019) lalu oleh sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Front Rakyat Sultra Bela Wawonii (FRSBW) terkait penolakan aktivitas pertambangan di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) menyisahkan luka yang dalam.
Akibat pembubaran paksa dengan water canon dari aparat kemanan yang berjaga, para demonstran berujung bentrok dengan pihak kepolisian dan Satpol PP. Baik massa aksi maupun aparat keamanan mengalami luka-luka akibat insiden itu.
Beberapa pendemo harus dilarikan ke rumah sakit terdekat karena megalami luka yang cukup berat, akibat dikeroyok oleh oknum kemanan yang berjaga. Suharno (18), salah satu mahasiswa dari Konkep yang dilarikan ke RSUD Kota Kendari karena dikeroyok di halaman parkiran kantor Gubernur Sultra.
Nama Adi Maliano yang juga terpaksa harus dilarikan ke Puskesmas Poasia karena memar di bagian kepala, pundak dan perut akibat dikeroyok oleh puluhan Satpol PP. Rizal alias Obama juga dilarikan ke Puskesmas Poasia karena terkena tembakan di kaki kiri.
Jenderal Lapangan aksi, Mando Maskuri dalam konferensi persnya yang digelar di salah satu Warkop di Kendari, Kamis Malam (7/2/2019) menegaskan, pihaknya mengutuk keras tindakan aparat yang telah melakukan kekerasan terhadap massa aksi penolak tambang yang tergabung dalam FRSBW. Mando meminta Kapolda Sultra agar segera mengusut tuntas tindakan kriminalisasi massa aksi yang diduga dilakukan oleh oknum Satpol PP.
“Kami minta copot Kasat Pol PP Sultra dan Kapolres Kota Kendari serta mendesak Kapolda mengusut tuntas pelaku tindakan kriminal yang dilakukan oleh Satpol PP dan Kepolisian,” tegas Mando.
Meski telah menuai korban sebanyak 22 orang dari para demosntran, Mando Maskuri mengatakan, pihaknya tidak akan pernah mundur untuk melakukan aksi yang selanjutnya. Karena kata dia, isu sentral yang diperjuangkan adalah pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Wawonii.
“Cabut Izin Usaha Pertambangan yang ada di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, karena kami tidak akan pernah mundur sebelum IUP itu dicabut, itu tuntutan utama kami,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Gerakan Persatuan Mahasiswa Indonesia (GPMI), Alfin yang juga ikut tergabung dalam Front Rakyat Sultra Bela Wawonii menambahkan, pihaknya mendesak orang nomor satu dan nomor dua di Sultra itu agar merealisasikan janjinya saat berkampanye di Bumi Kelapa pada Maret 2018 lalu.
“Kami mendesak Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra untuk merealisasikan janji kampanyenya pada tahun 2018, yang menyatakan akan mencabut seluruh IUP di Kabupaten Konawe Kepulauan,” tambah Alfin.
Alfin juga menerangkan, pernyataan Gubernur Sultra, Ali Mazi di salah satu media online yang ikut menyayangkan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat yang berjaga terhadap massa aksi merupakan bentuk pengalihan isu dari isu sentral yang dibangun oleh FRSBW.
“Jadi penyataan staf Gubenur Sultra di media adalah upaya untuk menghalang-halangi dan mengalihkan isu pencabutan IUP di Pulau Wawonii, karena sejak awal gerakan ini dibangun selalu memberi ruang untuk berdialog dengan Bapak Gubernur Ali Mazi,” terangnya.
Selain itu, di tempat yang sama, anggota Serikat Tani Nasional (STN), Wiwin Irawan sangat menyayangkan adanya pemberitaan di salah satu media terkait aksi yang digelar FRSBW di Kantor Gubernur Sultra beberapa waktu lalu. Dalam berita itu, tertulis seolah-olah massa aksi yang lebih dulu melakukan serangan terhadap aparat kemanan yang berjaga. Padahal dalam amatan massa aksi, malah pihak kemanan yang lebih dulu menembaki demonstran dengan water canon.
“Kami sangat menyayangkan dan mengecam media itu atas pemberitaan peristiwa aksi yang dilakukan di Kantor Gubernur Sultra. Untuk itu kami mendesak pihak media tersebut untuk mengklarifikasi pemberitaannya yang telah dibuat,” desak Wiwin.
Laporan: Muhammad Rusmin
Editor: Jubirman
Tinggalkan Balasan