KENDARI – Atas dasar semangat untuk mendorong pelaksanaan otonomi daerah di Sulawesi Tenggara (Sultra) agar berdampak nyata bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, Harimuddin memutuskan “pulang kampung” dan bertarung ke DPD RI Dapil Sultra dengan nomor urut 32.
Pria kelahiran Wapulaka Kabupaten Buton Selatan 21 April 1973 ini telah lama malang melintang di Pulau Jawa. Namun karena alasan untuk memastikan kesejahteraan rakyat di kampung halamannya, Harimuddin pulang ke Sultra dan siap ikut memperebutkan kursi DPD RI di 17 April 2019 mendatang. Menurutnya, setidaknya ada tiga sasaran yang akan diperjuangkan Sarjana Hukum jebolan UGM itu.
Pertama, kata Harimuddin, dirinya bakal memperbaiki UU yang banyak bersinggungan dengan masyarakat di daerah. Misalnya, pada UU Pemerintah Daerah, Pemda Kabupaten/Kota perlu kembali diberi kewenangan menerbitkan perizinan. Sedangkan pada UU Perikanan, nelayan kecil yang sudah dibebaskan dari kewajiban memiliki izin ternyata masih ada pasalnya yang berpotensi memenjarakan mereka. Demikian pula pada UU tentang otonomi daerah serta UU tentang pengelolaan SDA dan sumber ekonomi lainnya.
“Semuanya perlu diupayakan dan disuarakan agar unsur pelayanan dapat lebih didekatkan kepada masyarakat,” kata Harimuddin kepada Potretsultra.com, Minggu (03/2/2019).
Lanjut Harimuddin, sasaran kedua yaitu mengawasi implementasi UU tertentu agar lebih memperhatikan kepentingan daerah dan masyarakatnya. Seperti UU mengenai otonomi daerah serta UU mengenai pengelolaan SDA dan sumber ekonomi lainnya.

“Contoh pada UU Pertambangan, penerbitan izin usaha pertambangan wajib memperhatikan kepentingan masyarakat setempat serta wajib memperhatikan UU terkait lainnya seperti UU Penataan Ruang, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” jelas pria yang dikenal gesit, ulet dan berintegritas itu.
Sasaran ketiga yaitu, tambah Harimuddin, menerima, menyerap, lalu menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Diantaranya berkaitan dengan pengelolaan pertambangan, kehutanan, perkebunan, lingkungan hidup, kelautan dan perikanan, serta bidang lainnya, termasuk memberikan pendampingan atau konsultasi hukum kepada masyarakat yang terlilit masalah hukum, utamanya nelayan-petani kecil.
Tiga sasaran itu memang tak bisa dianggap sekedar janji belaka. Karena sosok Harimuddin tak boleh dianggap remeh. Ia dikenal sangat berpengalaman atas bidang yang disebutkannya itu. Selain sebagai orang yang pernah bekerja di Kantor Staf Khusus Presiden (SKP) masa SBY di dua periodenya sebagai Asisten Bidang Hukum, ia juga ditugasi sebagai Satgas Pencegahan dan Pemberantasan IUUF yang dikomandoi Susi Pudjiastuti di era Jokowi-JK.
“Tugas saya di Satgas itu yaitu melakukan kajian hukum atas tindak pidana perikanan oleh kapal asing serta memberikan konsultasi atau nasihat hukum dan advokasi para nelayan kecil yang bermasalah dengan hukum,” ungkapnya.
Bukan hanya itu, pada 2010-2012 lalu, Presiden SBY membentuk Satgas PMH (Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum) yang dinakhodai oleh Kuntoro Mangkusubroto. Harimuddin juga terlibat sebagai anggota Satgas tersebut.
“Tugas saya di Satgas ini adalah mengoordinasi pengaduan masyarakat terkait mafia hukum,” tutur pria berkumis dan berjenggot ini.
Laporan: Jubirman



Tinggalkan Balasan